Postingan

Membohongi diri

Panggil aku si pandai dalam berbohong Dulu kecil, aku berbohong dengan mengatakan kepada orang tuaku bahwa aku mencuri uangnya yang bernominal kecil, padahal nominal itu sebenarnya cukup besar. Beranjak remaja, aku berbohong dengan mengatakan kepada orang tuaku bahwa nilaiku bagus, padahal nilaiku saat itu sangat jelek. Penghujung remaja, kebohonganku bukan persoalan uang atau nilai, melainkan persoalan diri dan perasaan. Aku berbohong kepada sekitar bahwa aku tak apa. Aku berbohong kepada sekitar bahwa aku tak terluka. Aku berbohong kepada sekitar bahwa aku tak hancur. Aku berbohong kepada sekitar dengan mengatakan cerita kesempurnaan diriku yang sebenarnya semu. Aku berbohong dan terus berbohong. Terlalu banyak kebohongan lain yang kututupi dengan seluruh topeng kebahagiaan yang palsu, hingga aku tak sanggup. Tapi, bagaimana bisa aku berkata jujur kepada dunia jika aku saja berbohong kepada diriku sendiri bahwa aku baik-baik saja?

Lost My Spark

Aku kehilangan gairah terhadap hidupku. Semua hal yang kuinginkan dan kuusahakan rasanya hanya menjadi angin lalu tanpa ada makna. Rasanya aku menjalani kehidupan hanya untuk sekedar hidup tanpa berarti. Aku rasa ini semua datang dari rasa kecewa. Pada awalnya cuma rasa kecewa biasa karna terlalu bersemangat menanggapi satu dan dua hal lainnya. Tapi karna berkali-kali dikecewakan, rasanya batin ini menjadi lelah, bahkan untuk sekedar marah pun sudah tidak bisa. Aku bahkan berusaha mencari segala hal yang bisa membangkitkan gairah hidupku, tapi tak ada satupun yang bisa. Hidupku terlalu begitu-gitu saja. Rasanya cuma ada warna abu-abu tanpa ada warna lainnya. Padahal dulu warna diriku ada banyak. Kenapa, ya? Padahal aku memperlakukan sekitarku dengan sebaik mungkin tanpa berusaha mengecewakan mereka. Tapi kenapa malah aku yang terus mereka kecewakan? Apa perasaanku terlihat gampangan? Ataukah ekspetasiku yang berlebih? Entah kapan, tapi aku harap bisa menemukan kembali gairah dalam hidu...

Kembali Jatuh Cinta

Maybe, i just fall in love again Tapi sepertinya cinta ini takkan pernah berlabuh kemanapun Cinta ini mustahil dan takkan pernah menjadi kita Hanya menjadi aku dan kamu yang kenal lalu asing kembali  Biarlah arus cinta ini berlalu begitu saja tanpa menjadi cerita yang diidamkan Kali ini aku akan membiarkan cinta ini terbawa pergi, hilang seolah tak pernah ada Aku takkan memperjuangkannya dan memaksakannya Dan maaf jika segampang itu menyerah Karna kenyataan lebih menyadarkanku dibanding khayalan semu Makasih sudah membuat nyaman:)

Akhirnya

Ternyata begitu hampa ketika aku menyadari bahwa perasaanku mulai terbiasa tanpa adanya dirimu. Ini menyakitkan. Tapi jauh lebih menyakitkan ketika aku hanya bisa merindukanmu tanpa memilikimu.  Mungkin hanya debaran saja yang tercipta diantara kita, tapi cerita kita tidak pernah tercipta sebanyak debaran kita kala itu. Aku merindukanmu. Aku selalu memikirkan bagaimana dirimu sekarang. Apakah penampilanmu berubah? Apa sifatmu masih sama baiknya dengan yang dulu? Apa tawamu masih sama? Aku merindukanmu sampai dititik dimana aku merasa hanya aku yang merindukanmu. Aku menyadari bahwa semua impianku tak pernah terwujud. Hal yang selama ini ingin kulakukan hanya berakhir angan-angan. Ternyata aku harus merelakanmu. Aku serius ketika aku mengatakan bahwa aku menyukaimu. Debaranku tak pernah berbohong. Hatiku tahu untuk siapa aku berdebar dan itu kamu.

Titik koma

Mau tahu sesuatu yang tak masuk akal?   Aku membenci diriku sendiri. Sangat benci sampai rasanya ingin menghilang. Berharap dapat menghapus semua jejak kotor dalam hidupku hingga tak tersisa. Dan kata ‘seandainya’ selalu memenuhi benakku. Berharap dengan naif bahwa kata itu akan menjadi nyata. Tapi terlanjur. Masa lalu sudah menjadi kenangan dan masa depan telah menunggu, namun kenapa aku masih sama saja? Masih dengan hati yang kotor dan pikiran yang kusut. Kenapa aku tak pernah berubah? Kenapa aku selalu berlari pada bayangan yang sama? Padahal cahaya terang didepan sana selalu menungguku, berharap aku berlari kepadanya dan menemukan kebebasan. Tapi kenapa kakiku begitu berat untuk berlari? Seolah kakiku tak membiarkanku untuk beranjak dari kegelapan yang menyakitkan ini. Bukan! Ini bukan karena kakiku. Ini karena diriku yang membiarkanku untuk tetap berada pada kegelapan yang selalu kukira rumah. Kegelapan yang akhirnya membuatku tersadar bahwa rumahku yang sebenarnya adalah caha...

Kematian

Kematian. Satu kata itu selalu terngiang dalam benakku. Dulu kecil, kematian adalah hal yang menakutkan dan menjadi salah satu hal yang tak pernah diinginkan terjadi. Beranjak dewasa, kematian tak lagi menakutkan dan selalu menjadi satu-satunya pelarian terakhir dalam hidup. Meskipun kematian itu sendiri melawan hukum kehidupan dan menamatkan alur hidup yang belum selesai. Namun mengapa? Mengapa kematian selalu menjadi pelarian terakhir? Apakah hidup sesulit itu? Apakah hidup tak lagi aman dan nyaman? Apakah hidup tak lagi damai? Kita tak pernah tahu. Hanya seseorang yang memilih pelarian itulah yang memiliki jawaban. Mereka tahu konsekuensinya tapi mereka tetap memilih. Terdengar tak masuk akal, tapi itu adalah kenyataan sesungguhnya.

Kematian Yang Menghantui

Aku memandang langit kelabu itu dengan putus asa. Bagaimana rasanya jika diriku menyatu dengan langit? Kemudian aku memandang ke arah lain, di mana laut sunyi itu berada. Bagaimana jika diriku tenggelam hingga dasar terdalam? Lalu aku berjalan dan menemukan bahwa diriku berada di ketinggian saat ini. Bagaimana rasanya jika diriku terjatuh dari tempat tertinggi? Dan tanpa sadar, aku memegang benda tajam itu untuk kesekian kalinya dengan ketidakpastian. Bagaimana rasanya jika salah satu bagian tubuhku disayat? Semua hal mengerikan tentang kematian selalu berkecamuk dalam pikiranku dan aku selalu penasaran mengenai rasa dari kematian itu. Aku berpikir bahwa diriku terlalu aneh untuk memikirkan hal mengerikan itu. Tapi setelah dipikir lebih lagi, ternyata aku bukan aneh, aku hanya menginginkan diriku untuk cepat mati. Untuk cepat pergi dari dunia yang fana ini. Dan setelah sekian lama semua pikiran dan rasa yang menghantui itu, akhirnya aku melakukannya. Aku pergi dengan perasaan ...