Langsung ke konten utama

Postingan

Titik koma

Mau tahu sesuatu yang tak masuk akal?   Aku membenci diriku sendiri. Sangat benci sampai rasanya ingin menghilang. Berharap dapat menghapus semua jejak kotor dalam hidupku hingga tak tersisa. Dan kata ‘seandainya’ selalu memenuhi benakku. Berharap dengan naif bahwa kata itu akan menjadi nyata. Tapi terlanjur. Masa lalu sudah menjadi kenangan dan masa depan telah menunggu, namun kenapa aku masih sama saja? Masih dengan hati yang kotor dan pikiran yang kusut. Kenapa aku tak pernah berubah? Kenapa aku selalu berlari pada bayangan yang sama? Padahal cahaya terang didepan sana selalu menungguku, berharap aku berlari kepadanya dan menemukan kebebasan. Tapi kenapa kakiku begitu berat untuk berlari? Seolah kakiku tak membiarkanku untuk beranjak dari kegelapan yang menyakitkan ini. Bukan! Ini bukan karena kakiku. Ini karena diriku yang membiarkanku untuk tetap berada pada kegelapan yang selalu kukira rumah. Kegelapan yang akhirnya membuatku tersadar bahwa rumahku yang sebenarnya adalah cahaya i
Postingan terbaru

Kematian

Kematian. Satu kata itu selalu terngiang dalam benakku. Dulu kecil, kematian adalah hal yang menakutkan dan menjadi salah satu hal yang tak pernah diinginkan terjadi. Beranjak dewasa, kematian tak lagi menakutkan dan selalu menjadi satu-satunya pelarian terakhir dalam hidup. Meskipun kematian itu sendiri melawan hukum kehidupan dan menamatkan alur hidup yang belum selesai. Namun mengapa? Mengapa kematian selalu menjadi pelarian terakhir? Apakah hidup sesulit itu? Apakah hidup tak lagi aman dan nyaman? Apakah hidup tak lagi damai? Kita tak pernah tahu. Hanya seseorang yang memilih pelarian itulah yang memiliki jawaban. Mereka tahu konsekuensinya tapi mereka tetap memilih. Terdengar tak masuk akal, tapi itu adalah kenyataan sesungguhnya.

Kematian Yang Menghantui

Aku memandang langit kelabu itu dengan putus asa. Bagaimana rasanya jika diriku menyatu dengan langit? Kemudian aku memandang ke arah lain, di mana laut sunyi itu berada. Bagaimana jika diriku tenggelam hingga dasar terdalam? Lalu aku berjalan dan menemukan bahwa diriku berada di ketinggian saat ini. Bagaimana rasanya jika diriku terjatuh dari tempat tertinggi? Dan tanpa sadar, aku memegang benda tajam itu untuk kesekian kalinya dengan ketidakpastian. Bagaimana rasanya jika salah satu bagian tubuhku disayat? Semua hal mengerikan tentang kematian selalu berkecamuk dalam pikiranku dan aku selalu penasaran mengenai rasa dari kematian itu. Aku berpikir bahwa diriku terlalu aneh untuk memikirkan hal mengerikan itu. Tapi setelah dipikir lebih lagi, ternyata aku bukan aneh, aku hanya menginginkan diriku untuk cepat mati. Untuk cepat pergi dari dunia yang fana ini. Dan setelah sekian lama semua pikiran dan rasa yang menghantui itu, akhirnya aku melakukannya. Aku pergi dengan perasaan

Kehidupan Setelah Kematian

Selama ini, Aku selalu berpikir bahwa kematian adalah akhir yang menakutkan. Bahwa kematian adalah puncak dari segala ketakutan yang hidup. Nyatanya, bukan kematian yang sebenarnya kutakutkan, melainkan kehidupan setelah kematian menjemput. Aku takut bahwa aku akan masuk neraka dan bukan surga. Aku takut bahwa keluargaku menjadi kacau setelah kehilanganku. Aku takut bahwa orang terdekatku tak akan baik-baik saja sejak kepergianku. Aku takut jika tak ada yang menangisiku setelah kepergianku. Aku takut bahwa suatu saat orang-orang disekitarku mulai melupakan diriku dan kenangan tentangku secara perlahan. Aku hanya takut dengan hal yang wajar terjadi setelah kematian. Tapi seharusnya Aku tak perlu takut. Jika hidup yang Aku lalui selama ini sudah menjadi berkat dan membuat orang sekitarku bahagia dengan segala tingkah laku dan jerih payahku, maka ketakutan itu tak diperlukan lagi. Karena pada akhirnya, ujung dari segala yang hidup adalah kematian. -Tapi sesungguhnya, kematian adalah gerba

Tuhan Itu Baik

Tuhan itu baik. Dia tahu aku manusia pendosa, tapi Dia tetap mengasihiku. Tuhan itu baik. Dia tahu hatiku penuh dengan balas dendam dan kejahatan, tapi Dia tetap menyayangiku. Tuhan itu baik. Dia tahu isi buruk dari pikiranku, tapi Dia tetap mencintaiku. Tuhan itu baik. Dia tahu aku memuji nama-Nya namun menghina ciptaan-Nya, tapi Dia tetap mengampuniku. Tuhan itu baik. Saat aku mulai tak mempercayai-Nya lagi, Dia membuatku kembali mempercayai-Nya dengan segala kebaikan yang Dia beri dalam hidupku. Tuhan itu baik. Saat aku meremehkan-Nya, Dia membuatku terkagum seketika dengan perbuatan tangan-Nya yang luar biasa. Tuhan itu baik. Dia tahu batasan kekuatanku dan percaya bahwa aku bisa. Tuhan itu baik.  Dia tak pernah meremehkanku, tak pernah memandangku hina, bahkan tak pernah meninggalkanku. Tuhan itu baik.  Dia selalu mengasihiku meski seluruh dunia membenciku. Tuhan itu baik dan aku selalu percaya akan hal itu. Aku pernah bertanya dalam batinku. "Mengapa Tuhan me